1.Andri wawan (31214155)
2.M Agus S (36214892)
1. Menjelaskan impian dari seorang wirausaha, cita cita dan pembentukanya
a. Pembentukan
jiwa wirausaha
Menurut Carol Noore
yang dikutip oleh Bygrave, proses kewirausahaan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi
tersebut dipengeruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari pribadi maupun
di luar pribadi, seperti pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan dan
lingkungan.Faktor-faktor tersebut membentuk ‘’locus of control’’, kreativitas,
keinovasian, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudian berkembangan menjadi
wirausahawan yang besar. Secara internal, keinovasian dipengaruhi oleh faktor
yang bersal dari individu, seperti locus of control, toleransi, nilai-nilai,
pendidikan, pengalaman. Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan yang
memengaruhi diantaranya model peran, aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu,
inovasi berkembang menjadi kewirausahaan melalui proses yang dipengaruhi
lingkungan, organisasi, dan keluarga.
b. Impian atau cita cita dari seoarang wirausaha
Seorang wirausaha mempunyai misi atau keinginan
terhadap masa depan pribadi dan bisnisnya dan yang paling penting adalah dia
mempunyai kemampuan untuk mewujudkan impiannya tersebut.
2.
Menjelaskan
karaker wirausaha sebagai kegiatan, pribadi dan sebagai pelakunya
Karakteristik wirausahawan dan keberhasilan usaha
selalu berhubungan dengan hal berikut ini :
a.
Kerja keras
Artinya
kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau
berhenti sebelum target kerja tercapai dan selalu mengutamakan/memperhatikan
kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang dilakukan.
b.
Disiplin
Artinya
sikap yang selalu tepat waktu dan tepat janji, sehingga orang lain
mempercayainya. Modal utama dalam berwirausaha adalah “perolehan kepercayaan
dari orang lain”.
c.
Realistis
Artinya
cara berpikir yang penuh dengan perhitungan yang sesuai dengan kemampuan
sehingga gagasan yang akan diajukan bukan menjadi angan-angan atau mimpi
belaka. Oleh karena itu, apabila memiliki gagasan atau ide sekecil atau sebesar
apapun harus dipikirkan kemungkinan realitasnya dan keterlaksanaannya.
d.
Mandiri
Artinya
sikap tidak menggantungkan keputusan tentang apa yang harus dilakukan kepada
orang lain, sesuatu dikerjakan karena kemauan sendiri serta tidak merasa besar
karena orang lain, tetapi besar karena usaha kerasnya. Sikap percaya diri
tumbuh dari adanya rasa percaya pada diri sendiri.
e.
Prestatif
Artinya
melakukan sesuatu dengan pikiran bahwa yang akan diwujudkan memiliki
nilai-nilai keunggulan sehingga memperoleh penghargaan dari orang lain, tidak
asal jadi bahkan merampas/meniru hasil karya orang lain.
f.
Komitmen tinggi
Artinya
sikap teguh memegang prinsip-prinsip kebenaran yang berlaku, tidak sekalipun
mengingkarinya walaupun dengan dirinya sendiri, serta berusaha menyesuaikan
perkataan dan perbuatannya.
g.
Jujur
Artinya
mau dan mampu mengatakan apa adanya. Kejujuran dapat disamakan dengan amanah.
Amanah berarti apabila diberi kepercayaan dalam berwirausaha tidak berkhianat,
kalau berkata selalu benar, jika berjanji dalam bisnis tidak ingkar.
Sikap
jujur perlu sekali dimiliki oleh seorang wirausahawan karena akan mendatangkan
kepercayaan dari orang lain. Kejujuran dalam kegiatan bisnis, misalnya jujur
dalam menimbang barang, membayar hutang, dan lain-lain.
3. Kondisi
wirausaha di masyarakat
Kewirausahaan di
Indonesia boleh dikatakan belum berkembang. Berdasarkan hasil penelitian
seorang ilmuwan Amerika Serikat (AS), David McClelland, suatu negara dapat
dikatakan makmur, minimal harus memiliki jumlah wirausahawan sebanyak dua
persen dari jumlah populasi penduduknya. Sedangkan jumlah wirausahawan di
Indonesia hanya 0,18% nya. Sepertinya masyarakat di Indonesia masih belum bisa
melepaskan corak agrarisnya dan enggan berinovasi untuk menciptakan lapangan
kerja.
4. Pengertian
dan prinsip pengembangan KWH di Indonesia dan mancanega berikan juga contohnya
KONSEP
DAN PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA DAN MANCANEGARA
Kewirausahaan
di Indonesia boleh dikatakan belum berkembang. Berdasarkan hasil penelitian
seorang ilmuwan Amerika Serikat (AS), David McClelland, suatu negara dapat
dikatakan makmur, minimal harus memiliki jumlah wirausahawan sebanyak dua
persen dari jumlah populasi penduduknya. Sedangkan jumlah wirausahawan di
Indonesia hanya 0,18% nya. Sepertinya masyarakat di Indonesia masih belum bisa
melepaskan corak agrarisnya dan enggan berinovasi untuk menciptakan lapangan
kerja.
A.
Pengertian Kewirausahaan
Telah kita ketahui bersama bahwa
pemerintah sampai saat ini masih sangat terbatas dalam penyediaan lapangan
kerja baru. Potensi penunjang pembangunan bangsa masih terbuka lebar asalkan
para wirausahawan mampu menciptakan dan membuka lapangan kerja baru menjadi
pelopor pembangunan.
Mengingat perannya sangat penting,
pemerintah telah mengeluarkan itruksi presiden No. 4 tahun 1995 untuk
menumbuhkan semangat kepeloporan dikalangan generasi muda agar mampu menjadi
wirausahawan. Dalam lampirannya tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan
Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK) kewirausahaan adalah :semangat, sikap,
perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang
mengarah pada upaya cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan
efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan keuntungan yang
lebih besar.
Bagaimana
pentingnya pengembangan kewirausahaan dan pendidikan kewirausahaan bagi bangsa
Indonesia kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Indonesia di awal abad 21 dilihat dari
segi jumlah penduduk telah menjadi negara terbesar kelima di dunia, dengan
sebagian besar penduduknya adalah angkatan kerja, dan sebagian dari jumlah itu
adalah tenaga muda alumni Perguruan Tinggi. Jumlah penduduk yang besar tersebut
bisa saja merupakan potensi apabila berkualitas baik, tetapi apabila tidak
jumlah penduduk yang besar itu akan menambah bertanya beban pembangunan.
2. Menurut penelitian, tampaknya ada korelasi
antara jumlah penduduk yang berkewirausahaan dan tingkat kemakmuran suatu
masyarakat. Negara yang maju memiliki wirausahawan lebih dari 6% jumlah
penduduk, sedang jumlah wirausahawan Indonesia menurut penelitian tahun 1982
belum mencapai 0,5%.
Telah
terbukti tingkat kemajuan dan keterbelakangan suatu negara tidak terletak pada
jumlah penduduk, kekayaan alam, luas wilayah, warna kulit atau suku bangsa,
ataulamanya kemerdekaan yang telah dialami, tetapi adalah terletak pada
kualitas manusianya.
2. Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan
Lulusan
Perguruan Tinggi dan Tuntutan Global
Dalam
usaha untuk mencerdaskan dan mensejahterakan bangsa dibutuhkan
wirausaha-wirausaha yang tidak hanya berpendidikan dan berpengetahuan luas
serta menguasai teknologi(Intelectual Quotion), namun juga perlu memiliki
EQ(Emotional Quotion) dan SQ(Spiritual Qoution). Perguruan tinggi berperan
serta dalam mensejahterakan bangsa, membangun ekonomi yang kini masih terpuruk.
Berdasarkan
kondisi objektif masyarakat, khususnya Perguruan Tinggi (PT) sebagai penghasil
sumberdaya manusia berkualitas, ternyata masih belum mampu menghasilkan lulusan
yang siap untuk berusaha secara mandiri memulai usahanya sendiri dan bukan
hanya menunggu “diberi pekerjaan” oleh industri. Hal ini di tandai dengan
adanya:
Angka
penganguran lulusan PT yang cukup tinggi
Kesulitan
mencari kerja dengan masa tunggu yang cukup lama
Over
supplied lulusan secara kuantitas tetapi under supplied lulusan secara kualitas
Perilaku
jiwa kewirausaha lulusan masih rendah
Relevansi
lulusan dengan kebutuhan pasa kerja masih kurang
Kecakapan
hidup rendah ditandai dengan lemahnya komunikasi verbal dan memalui media tulis, lemahnya penguasaan
bahasa asing dan lemahnya peggunaan teknologi informasi
Kurang
mampu bersaing dengan global
Masih
lemahnya jalinan kemitraan dengan dunia industri.
Perguruan
Tinggi sebagai penghasil sumberdaya manusia berkualitas,dituntut untuk ikut
serta dalam pembangunan bangsa dan negara dengan membentuk manusia-manusia yang
cerdas dan berjiwa entrepreneur mempunyai keunggulan kompettitid dan komparatif
sehingga bisa menang dalam persaingan global.
Pendidikan kewirausahaan harus dipandang secara luas dalam teknologi
keterampilan yang dapat di ajarkan dan karakteristik yang dapat mambangkitkan
motivasi para mahasiswa sehingga dapat menolong mereka untuk mengambangkan
rancana baru dan rencana inovatif sebuah usaha bisnis baru.
Wirausahawan,
Betapa Langkanya Profesi Ini Di Indonesia. Wisudawan Lebih Senang Menjadi
Pegawai Atau Pejabat
Sungguh
menarik melihat kemauan pemerintah yang akan menyumbangkan 110 miliar untuk
pendidikan kewirausahaan di tahun 2009. Dengan pendidikan kewirausaan tersebut
diharapkan para lulusan perguruan tinggi dapat mencetak lapangan kerja bukannya
mencari lapangan kerja, karena seperti yang kita ketahui pertumbuhan lapangan
kerja yang tidak sesuai dengan jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia
mengakibatkan sulit dan kerasnya mencari pekerjaan.
Banyak
sekali para pemuda yang menenteng ijazahnya kesana kemari untuk mendapatkan
pekerjaan. Tetapi sebaliknya tidak sedikit pula orang-orang yang sukses
berwirausaha dengan pendidikan yang minimal, contohnya saja Adre Wongso yang
mengaku Sekolah Dasar saja tidak tamat tetapi sekarang bisa menjadi motivator
yang besar.
Lalu pertanyaannya, adakah yang
salah dengan pendidikan di Indonesia? Bercermin dari kenyataan bahwa Pendidikan
Formal baik itu di bangku sekolah maupun Perguruan Tinggi hanya mengajarkan
pada penguasaan hard skills. Seorang datang ke kelas, guru menerangkan kemudian
pulang dengan membawa segepok ilmu, itupun bagai mereka yang memahami tetapi di
sisi lain kita masih kebingungan bagaimana mengaitkan segepok ilmu dalam
kehidupan sehari-hari.
Penelitian
menunjukkan, keberhasilan seseorang bukan ditentukan oleh kepandaian yang
dipunyai, tetapi oleh factor lainnya yang sangat panting. Tingkat kecerdasan
cuma menyumbang sekitar 20 – 30 persen keberhasilan, selebihnya ditentukan soft
skills. Penelitian National Association Colleges and Employers (NACE) pada
tahun 2005 menunjukkan hal itu, dimana pengguna tenaga kerja membutuhkan tenaga
kerja berupa 82 persen soft skills dan 18 persen hard skills.
Soft
skills, menurut Rektor Udinus Dr. Edy Noersasongko ada tiga karakter utama yang
akan dibentuk melalui pendidikan soft skills ini. Yakni kerja keras (hardwork),
kemandirian (independent), serta kerjasama (teamwork). Tiga karakter utama
tersebut bisa dijabarkan menuju beberapa karakter turunan. Misalnya dari
karakter kerja keras dikembangkan sikap persistent, risk taking serta
energetic. Adapun sikap kemandirian melahirkan karakter responsive, percaya
diri dan berinisiatif. Sikap-sikap tersebut, menurut Edy sangat dibutuhkan para
calon wirausahawan.
Selaras
dengan kemampuan soft skills alangkah lebih baiknya lagi apabila dibarengi
dengan pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) yang andal. Pendidikan
kewirausahaan sangat perlu diajarkan sejak dari bangku Sekolah hingga Perguruan
Tinggi untuk mencetak lulusan-lulusan yang produktif. Disamping pendidikan
kewirausahaan seorang mahasiswa harus juga diberikan pelatihan semacam magang.
Penggabungan antara teori dan praktek merupakan ilmu dan pengalaman yang tidak
ternilai harganya.
Sebagai
contohnya, dengan mendirikan gerai makanan, penjualan tiket, ataupun simpan
pinjam. Disini para mahasiswa dapat bergantian untuk menjaga gerai tersebut
selain itu setiap mahasiswa diberi motivasi semacam diberi target. Dengan
begitu mereka akan merasakan bagaiamana dunia kerja yang lebih nyata, sebelum
mereka mendapatkan gelar sarjana. Disinilah peran pemerintah, swasta dan dunia
perbankan dalam turut serta memajukan pendidikan di Indonesia yang lebih
berkualitas.
3.
Pengembangan Budaya Kewirausahaan
Pendidikan
kewirausahaan di Indonesia masih kurang memperoleh perhatian
yang
cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun masyarakat. Banyak pendidik
yang kurang memperhatikan penumbuhan sikap dan perilaku
kewirausahan
sasaran didik, baik di sekolah-sekolah baik tingkat menengah maupun perguruan
tinggi, maupun di pendidikan profesional.
Orientasi
mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja. Dari lain,secara
historis masyarakat kita memiliki sikap feodal yang diwarisi dari penjajah
Belanda,
ikut mewarnai orientasi pendidikan kita. Sebagian besar anggota masyarakat
mengaharapkan output pendidikan sebagai pekerja, sebab dalam pandangan
mereka
bahwa pekerja (terutama pegawai negeri sipil) adalah priyayi yang memiki status
sosial cukup tinggi dan disegani oleh warga masyarakat.
Menurut data Direktorat Jendral
Pemuda dan Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional dari 75.3
juta pemuda Indonesia, 6,6 persen yang lulus sarjana. Dari jumlah tersebut 82%
nya bekerja pada instansi pemerintah maupun swasta, sementara hanya 18% yang
berusaha sendiri atau menjadi wirausahawan. Padahal semakin banyak lulusan PT
yang menjadi wirausahawan akan dapat mempercepat pemulihan ekonomi.
Kewirausahaan (berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi bangsa), misalnya
Singapura, Malaysia dan Cina menjadi negara-negara yang pertumbuhan
perekonomian sangat pesat karena menerapkan prinsip-prinsip entrepreneurship.
Menyadari akan minimya sumber daya alam, pemerintah bersama dunia usaha sangat
bergantung pada kemampuan berkreasi dan berinovasi dalam menghasilkan produk
dan jasa yang berkualitas.
Melihat kondisi tersebut, maka
perguruan tinggi sudah selayaknya mampu berperan aktif menyiapkan sumber daya
manusia terdidik yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan baik lokal,
regional maupun internasional. Maka
diperlukan pendidikan berbasis kewirausahaan yaitu pendidikan yang menerapkan
prinsip-prinsip dan metodologi kearah pembentukan kecakapan hidup (life skill)
mahasiswanya melalui kurikulum yang terintegrasi. Pendidikan yang demikian
berorientasi pada pembentukan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) yaitu jiwa
keberanian dan kemauan menghadapi permasalahan hidup dan kehidupan secara
wajar, berjiwa mandiri, tangguh dan berdaya saing, dan berjiwa kreatif untuk
mencari solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Keterpaduan yang sinergik antara
penguasaan ilmu dan teknologi (termasuk kejelian menerapkannya sesuai dengan
kebutuhan masyarakat), keahlian pemasaran (termasuk komersialisasi hasil
penelitian dan pengembangan), keuangan (financial cost) dan manajemen produksi
akan meningkatkan penciptaan dan pertumbuhan wirausaha-wirausaha baru. Selama
ini para akademisi, ilmuwan, perencana maupun peneliti Indonesia yang terlalu sedikit
yang menaruh minat dalam bidang kewirausahaan, sehingga mengakibatkan sebagian
besar dari hasil-hasil penelitian dan pengembangan hanya bernilai akademis saja
dan hanya beberapa produk penelitian yang bisa dikomersialkan dan dapat
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pengembangan budaya kewirausahaan
di Perguruan Tinggi dilaksanakan untuk menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan
pada para mahasiswa dan juga staf pengajar serta diharapkan menjadi wahana
pengintegrasian secara sinergi antara penguasaan sains dan teknologi dengan
jiwa kewirausahaan. Tumbuh kembangnya budaya kewirausahaan di Perguruan Tinggi
diharapkan bahwa hasil-hasil penelitian dan pengembangan selain bernilai
akademis, juga mempunyai nilai tambah (added value) bagi kemandirian
perekonomian daerah maupun nasional.. Demikian pula para lulusan Perguruan
Tinggi tidak hanya berorientasi dan mampu menjadi pekerja saja, tapi juga
berorientasi dan mampu bekerja mandiri, menciptakan usaha baru (start up
company) dan mengelola perusahaan atau industri sendiri, yang tidak tertutup
kemungkinannya menjadi industri atau perusahaan besar. Situasi ini akan membuka
peluang lebih besar bagi terwujudnya Industrial Park yang telah sejak lama
menjadi cita-cita di banyak Perguruan Tinggi. Dengan demikian hubungan sinergik
antara pengembangan sains dan teknologi dengan penerapannya untuk kemandirian
bangsa Indonesia dalam bidang teknologi dan ekonomi akan terwujud dengan
dukungan penuh Perguruan Tinggi.
Pengembangan konsep atau ide-ide yang
didasarkan pada pengetahuan baru, metode-metode, desain produk dan
produk-produk yang dihasilkan yang bisa dikomersiasisasikan melalui suatu wadah
yang dinamakan inkubator bisnis. Jadi Inkubator bisnis merupakan suatu
institusi atau tempat untuk menumbuhkembangkan usaha baru (start-up company)
menjadi usaha kecil dan menengah (UKM) yang berdaya saing, tangguh dan mandiri.
Jika usaha baru tersebut berbasis inovasi/teknologi maka inkubatornya disebut
inkubator teknologi. Inkubator ini bertujuan untuk mengkomersialisasikan
teknologi baru, transfer teknologi ke pasar atau mempercepat proses inovasi ke
implementasi.
Contoh
Pengembangan Budaya Kewirausahaan
Pengembangan
kewirausahaan di lingkup UNM tidak terlepas dari penciptaan budaya
kewirausahaan di civitas akademikanya. Sebagai lembaga pendidikan,UNM
menerapkan penanaman pola pikir, sikap dan orientasi kewirausahaan melalui
pendidikan dan pengembangan kurikulum serta aktivitas kemahasiswaan yang
berbasis kewirausahaan.
Lebih
lanjut, strategi agar program pendidikan kewirausahaan mahasiswa ini menjadi
suatu program yang berkelanjutan, maka UPT Pusat Kewirausahaan UNM telah dan
sedang mengembangkan unit-unit bisnis yang berbasis wirausaha. Unit-unit bisnis
ini akan menjadi tempat praktek wirausaha bagi mahasiswa peserta program
kewirausahaan di lingkup UNM.
Selain
itu juga sangat disadari kelancaran dan efektivitas program pengembangan
kewirausahaan tidak akan berjalan baik bila tidak didukung oleh pihak lain,
baik instansi pemerintah, instansi, perbankan dan masyarakat. Oleh karena itu,
UPT Pusat Kewirausahaan UNM senantiasa mengembangkan kerjasama yang saling
mendukung dan berkesinambungan dengan pihak-pihak tersebut.
b.
Kasus
Andi
berniat mendirikan perusahan yang memproduksi dan menjual kentang
goreng.
Tetapi ia tidak memiliki modal yang cukup. Berdasarkan hasil observasi,modal
awal yang diperlukan Andi untuk membeli bahan baku,peralatan, perlengkapan dan
sewa tempat adalah Rp 20.000.000 tetapi ia hanya memiliki Rp 15.000.000.
Saat ia menceritakan niatnya pada
teman-temannya, Wawan bermaksud untuk bergabung dengan Andi dan berjanji
memberikan tambahan modal. Tetapi Wawan tidak memiliki pengalaman berbisnis
sebelumnya dan terkenal kurang jujur. Pada saat bersamaan koperasi dimana Andi
bergabung bersedia memberikan pinjaman dengan bunga 12%setahun.
Setelah
berjalan selama 3 bulan. Berikut adalah laporan rugi/laba perusahaan
yang
didirikan oleh Andi:
Laporan
rugi/laba
106
Perusahaan
“Kentang Goreng”
Untuk
periode berakhir 31 Desember 2008
Pendapatan:
Penjualan
10,000,000
Harga
pokok penjualan:
Persediaan
awal 2,000,000
Pembelian
7,000,000
Tersedia
untuk dijual 9,000,000
Persediaan
akhir 3,000,000
Harga
pokok penjualan 6,000,000
Laba
kotor 4,000,000
Biaya
operasional:
Biaya
komisi 500,000
Biaya
transportasi 100,000
Biaya
listrik, telpon, air 1,000,000
Biaya
gaji pegawai 1,200,000
Biaya
penyusutan bangunan 300,000
Biaya
penyusutan inventaris 200,000
Total
2,900,000
Laba
operasi 1,100,000
Biaya
bunga 50,000
Laba
sebelum pajak 1,000,000
Biaya
pajak 200,000
Laba/(rugi)
bersih 450,000
Ada
beberapa fakta yang berkaitan dengan bisnis kentang goreng:
1)
Biaya komisi diberikan pada pemasok bahan baku.
2)
Andi tidak benar-benar tahu siapa yang paling banyak menggunakan alat
elektronik
dan telpon. Air paling sering digunakan untuk mencuci kentang.
3)
Saat Andi memasuki bisnis ini telah ada merek “Top” yang telah lebih dahulu
terkenal
dan memiliki banyak pelanggan. Outlet terdekat “Top” berjarak 100
meter
dari outlet milik Andi.
4)
Beberapa bulan setelah Andi memulai bisnis, muncul perusahaan lain yang
menjual
produk singkong goreng yang dikemas menyerupai kentang goreng
dengan
harga yang lebih murah.
5)
Selama 6 bulan beroperasi, Andi telah memiliki pelanggan tetap setidaknya
100
orang yaitu para mahasiswa yang tinggal di dekat warung Andi.
6)
Meski telah dilatih selama 1 minggu, 2 dari 4 karyawan masih kurang
cekatan
melayani pembeli sehingga waktu tunggu pembelian yang awalnya
diperkirakan
5 menit menjadi molor 10 menit bahkan 13 menit. Selain itu
107
beberapa
pelanggan mengeluhkan rasa yang tidak sama jika dilayani oleh
karyawan
yang berbeda.
SUMBER:
Alma,
Buchari, Kewirausahaan, Bandung: Alpabeta, 2007.
New
York: The Free Press Ian C. MacMillan. 1994.
No comments:
Post a Comment